AHLAN WA SAHLAN

SELAMAT DATANG

Cari Blog Ini

MESJID

MESJID
BASIS KEKUATAN UMAT

Rabu, 10 Maret 2010

SHIROH SAHABAT


Abdullah bin Abbas, Menjadi "Tinta" bagi Umat
Di antara sahabat-sahabat Rasulullah SAW, terdapat beberapa sahabat kecil yang ketika bersyahadat mereka berusia sangat muda. Atau, ketika mereka dilahirkan, orang tuanya telah menjadi Muslim lebih dulu. Salah satunya adalah Abdullah bin Abbas, atau lebih dikenal dengan Ibnu Abbas.
Ibnu Abbas dilahirkan tiga tahun sebelum hijrah. Boleh dikata, ia hidup bersama Rasulullah SAW dan belajar langsung dari beliau. Ia adalah sepupu Rasulullah. Rasulullah pernah merengkuhnya ke dada beliau seraya berdoa, "Ya Allah, ajarilah ia al- hikmah." Dalam suatu riwayat disebutkan, "(Ajarilah ia) al-Kitab (Alquran)."
Suatu ketika, Ibnu Abbas ingin mengetahui secara langsung bagaimana cara Rasulullah shalat. Untuk itu, ia sengaja menginap di rumah bibinya, ummahatul mu'minin, Maimunah binti al-Harist.
Tengah malam, ia melihat Rasulullah bangun dan pergi berwudhu. Dengan sigap Ibnu Abbas membawakan air untuk berwudhu, sambil diam-diam mengamati cara Rasulullah bersuci. Rasul SAW melihatnya, sambil mengusap kepalanya dan berdoa, ''Ya Allah, anugerahilah pemahaman agama kepadanya.''
Kemudian Rasulullah berdiri untuk sholat lail yang dimakmumi oleh isteri beliau, Maimunah. Ibnu Abbas tak tinggal diam, dia segera berdiri di belakang Rasulullah SAW; tetapi RasuluLlah kemudian menariknya agar ia berdiri sedikit berjajar dengannya.
Ibnu Abbas berdiri sejajar dengan Rasulullah, tetapi kemudian ia mundur lagi ke shaf belakang. Seusai sholat, Rasulullah mempertanyakan sikap Ibnu Abbas ini, dan dijawab oleh Ibnu Abbas bahwa rasanya tak pantas dirinya berdiri sejajar dengan seorang utusan Allah SWT. Rasulullah ternyata tidak memarahinya, bahkan beliau mengulangi doanya ketika berwudhu.
Ketika Ibnu Abbas berusia 13 tahun, Rasulullah wafat. Ia sangat merasa kehilangan. Tapi hal ini tidak menjadikan kesedihannya berlarut-larut. Ia memantapkan hati untuk nyantri para para sahabat Rasul SAW.
Dengan sabar, ia menunggu para sahabat pulang dari kerja keseharian atau dakwahnya. Bahkan kalau sahabat tadi kebetulan sedang berisitirahat, Ibnu Abbas dengan sabar menanti di depan pintu rumahnya, bahkan hingga tertidur.
Dan, sesuai doa Rasulullah, Ibnu Abbas mendapatkan banyak ilmu. Ketekunannya belajar membuatnya menjadi seorang ulama yang mumpuni. Ia dijuluki sebagai 'tinta'-nya umat, dalam menyebarkan tafsir dan fikih.
Ibn Umar pernah berkata kepada salah seorang yang bertanya mengenai suatu ayat kepadanya, "Berangkatlah menuju Ibnu Abbas lalu tanyakanlah kepadanya sebab ia adalah sisa sahabat yang masih hidup yang paling mengetahui wahyu yang diturunkan kepada Nabi SAW."
Umar bin Khattab selalu mengundang Ibnu Abbas dalam majelis syura-nya dengan beberapa sahabat senior. Ia selalu berkata kepada Ibnu Abbas agar ia tidak perlu sungkan menyampaikan pendapat.
Beberapa sahabat Umar mempertanyakan kenapa mengajak "anak muda" dalam diskusi mereka. Umar menjawabnya dengan mengundang para sahabat, termasuk Ibnu Abbas. Umar berkata, "Apa pendapat kalian mengenai firman Allah, 'Bila telah datang pertolongan Allah dan Penaklukan.' (surat An-Nahsr hingga selesai). Maka, sebagian mereka berkata, "Kita diperintahkan agar memuji Allah dan meminta ampun kepada-Nya bila kita menang (dapat menaklukkan Mekkah)." Sebagian lagi hanya terdiam saja. Lalu, Umar pun berkata kepada Ibnu Abbas, "Apakah kamu juga mengatakan demikian?" Ia menjawab, "Tidak."
Lalu Umar bertanya, "Kalau begitu, apa yang akan kamu katakan?" Ia menjawab, "Itu berkenaan dengan ajal Rasulullah SAW di mana Allah memberitahukan kepadanya bila telah datang pertolongan-Nya dan penaklukan kota Mekkah, maka itulah tanda ajalmu (Rasulullah-red), karena itu sucikanlah Dia dengan memuji Rabbmu dan minta ampunlah kepada-Nya karena Dia Maha Menerima Tobat." Umar pun berkata, "Yang aku ketahui memang seperti yang engkau ketahui itu." Secara tidak langsung Umar hendak menjawab, kendati muda, keilmuan Ibnu Abbas sangat mumpuni.
Dalam masa kekhalifahan Utsman bin Affan RA, ia bergabung dengan pasukan Muslimin yang berekspedisi ke Afrika Utara, di bawah pimpinan Abdullah bin Abi-Sarh. Ia terlibat dalam pertempuran dan dalam dakwah Islam di sana. Ia juga menjadi amirul hajj pada tahun 35 Hijrah.
Di masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib RA, Ibnu Abbas mengajukan permohonan untuk berdakwah kepada kaum Khawarij. Melalui dialog dan diskusinya yang intens, sekitar 12 ribu dari 16 ribu Khawarij bertobat dan kembali kepada ajaran Islam yang benar.
Ia sempat diangkat menjadi penguasa di Bashrah oleh khalifah Ali. Namun tatkala Ali meninggal karena terbunuh, ia pulang ke Hijaz, bermukim di Mekkah, sebelum akhirnya menuju Tha`if dan wafat di sana.
Ibnu Abbas meninggal pada tahun 68 H dalam usia 71 tahun. Di hari pemakamannya, sahabat Abu Hurairah RA, berkata, "Hari ini telah wafat ulama umat. Semoga Allah SWT berkenan memberikan pengganti Abdullah bin Abbas."

SHIROH/SEJARAH SAHABAT

Sekilas Tentang Abu Bakar Ash-Shidiq ra
Namanya ialah Abdullah Bin Utsman bin 'Aamir Al Quraisyi Abu Bakar Bin Abi Qahafah Attaymi. Ia merupakan Khalifah Ar-Rasyidin yang pertama dan salah satu dari sepuluh orang yang dijamin masuk surga tanpa dihisab. Ia termasuk orang-orang yg paling pertama masuk islam dan orang dewasa laki-laki pertama yang masuk Islam.
Dia mengerahkan tenaga dan hartanya untuk Islam. Ia selalu membela Nabi Saw. dengan gagah berani. Allah menjadikannya sebagai pelindung agama Islam, juga memberikan rezeki keimanan dan keyakinan kepadanya. Ia adalah salah satu pembesar kaum muslimin dan sebagai pedang yang menebas leher orang-orang munafik dan murtad.
Ia dilahirkan dua tahun setengah sebelum kejadian 'Aamul Fiil. Ia tumbuh dan berkembang menjadi seorang pemuda yang lurus dan tidak pernah melakukan tindakan yang menyimpang dan lalim. Ia menjauhkan diri dari keburukan masa jahiliyah dan menghiasi dirinya dengan sisi baik dari akhlak bangsa Arab.
Ia merupakan orang yang suka bergaul sekaligus seorang teman bicara yang menyenangkan. Ia selalu menepati janji dan selalu mencintai orang lain. Ia telah mengharamkan minuman keras bagi dirinya sebelum Islam sendiri mengharamkannya. Selain itu, ia gemar melakukan perbuatan kebaikan dan selalu menghargai orang lain. Ia juga selalu memberikan makan kepada orang-orang miskin dan membela orang-orang yang lemah. Ia memiliki Nasab yang terkenal, baik dari nenek moyangya atau pun para keturunannya. Ia juga selalu membela orang-orang yang lemah dan dan menyukai orang- orang yang kuat.
Ia adalah tuan para pembesar dan dia sering membayarkan diyat orang lain. Jika ada orang yang meminjam uang kepadanya untuk membayar diyat, ia sedekahkan uang itu. Jika ada orang yang hendak membayar diyat kepadanya, ia akan menolak diyat itu.
Ia memiliki kedudukan yang tinggi, kata-katanya didengarkan. Ia adalah seorang saudagar yang besar yang ahli dalam perniagaan yang piawai. Ia pandai menafsirkan ru'yah dan mimpi serta semua hal yang ia lihat oleh seseorang dalam tidurnya.
Ia diberi julukan 'Atiiq karena ketampanan wajahnya, kebagusan nasabnya, dan kesucian nenek moyangnya. Dirinya tidak memiliki cela sedikitpun. Ia memiliki akal yang sangat cerdas dan jernih. Ia adalah orang yang tampan dan gagah, memiliki kulit yang putih dan tubuh yang ramping, kelopak mata yang cekung, tubuh yang langsing, dahi yang menonjol dan wajah yang rampin.
Ia mencintai Nabi Muhammad Saw dan selalu merasa rindu kepada beliau. Ia memeluk Islam tanpa ragu-ragu. Ia memeluk keimanan dengan erat. Ia keluarkan hartanya untuk mendukung agama dan membebeskan para budak muslimyang lemah. Ia selalu berlaku sabar terhadap perbuatan aniaya kaum musyrik. Manakala aniaya mereka menjadi-jadi hingga menjadikannya sulit bernafas, maka dia berhijrah meninggalkan kota mekkah.
Ia mempercayai cerita kejadian Isra Mi'raj Nabi Muhammad Saw tanpa keraguan sedikitpun dan membela Nabi Saw dengan sekuat tenaga . Oleh karena itu, Nabi Saw menjulukinya Ash-Shiddiq. Ia adalah kekasih dan sahabat Nabi Saw. Ia kawinkan putrinya, Siti Aisyah ra, yang suci, bersih, perawan, yang memilki keturunan yang mulia, kepada Nabi Saw.
Ia ikut keluar hijrah dengan Nabi Saw pada waktu menjelang shubuh dan setelah itu keduanya bersembunyi di Gua Hira. Ia menyaksikan berbagai peristiwa bersama-sama Nabi Saw dan bersama-sama menghadapi berbagai tantangan, serta ikut berbagai pertempuran yang dijanjikan akan mendapatkan kemenangan oleh Allah SWT.
Pada waktu malam, ia selalu bangun untuk melaksanakan shalat, sedangkan pada waktu siangnya, ia berpuasa. Bila berada ditengah-tengah, ia selalu menunjukan sikap yang tawadhu. Ia juga giat mencari dunia sekaligus bersikap zuhud. Ia memiliki pengetahuan yang luas mengenai ilmu agama dan selalu mempraktikkannya. Ia memiliki berbagai kumpulan sifat yang utama.
Ia selalu mengetuk dan memasuki pintu kebaikan, selalu mengikuti jalan kebaikan. Ia sangat peka dengan lingkungannya, mudah menitikkan air mata, selalu berusaha menyenangkan orang lain, dan menghormati orang-orang yang baik. Nabi Saw. memberitahukan kepadanya bahwa ia telah dibebaskan dari api neraka dan dia akan berada disurga dengan orang-orang yang terpilih.
Ketiika ia dibai'at untuk menjadi khalifah, maka ia tidak mau. Ia terus mnyembunyikan dirinya dirumah karena tidak mau memegang jabatan kekhalifahan. Manakala ia bersedia untuk memegang kekhalifahan, ia kirim tentara yang dipimpin oleh Usamah untuk memerangi orang-orang yang murtad dan orang-orang yang bersikeras menolak membayar zakat.
Ia mengirimkan tentara keberbagai belahan dunia hingga menjadikan guncang berbagai kerajaan. Ia menciptakan berbagai kemenangan dalam peperangan itu, sehingga wilayah Islam semakin terbuka luas. Ia satukan Al-Qur'an serta menyebarkan agama dan keimanan.
Ia adalah seorang orator, khalifahyang bijaksana yang dikenal dengan sifat yang sangat lembut, ramah, bertaqwa dan berilmu. Ia adalah orang pertama yang masuk Islam, orang pertama yang menyebarkan kedamaian, orang pertama yang menjadi imam shalat, dan orang pertama yang menjadi khalifah.
Ia selalu menghormati orang dewasa sekaligus menyayangi anak kecil. Orang yang lemah menjadi kuat dihadapannya hingga mereka dapat mengembalikan haknya. Orang yang kuat menjadi lemah dihadapannya hingga dapat diambil hak orang lain dari mereka. Ketika para panglimanya menaiki kuda, ia berjalan kaki di samping mereka. Ia perah susu dari sapi untuk diminum oleh anak-anak tetangganya. Ia menikah sebanyak enam kali dan dari perkawinannya itu ia dikaruniai enam orang anak .
Ia merupakan orang yang lembut dan berwibawa. Ia menemani Nabi Saw baik didunia maupun di kuburan. Ia juga yang menemaninya di kolam surga pada hari kiamat. Abu bakar r.a. wafat di Madinah, tiga belas tahun setelah Hijrahnya Rasulullah SAW ke kota Madinah. Ia dimakamkan disisi Makam Rasulullah SAW.
Dikutip dari Buku 100 Kisah Teladan Abu Bakar RA, penulis: M. Shiddiq Al-Minsyawi
Hak cipta adalah milik Allah semata.
Hak kita sebagai manusia adalah berlomba-lomba menyebarluaskan kata-kata kebaikan kepada seluruh umat manusia.

SHIROH SAHABAT


Abdullah bin Abbas, Menjadi "Tinta" bagi Umat
Di antara sahabat-sahabat Rasulullah SAW, terdapat beberapa sahabat kecil yang ketika bersyahadat mereka berusia sangat muda. Atau, ketika mereka dilahirkan, orang tuanya telah menjadi Muslim lebih dulu. Salah satunya adalah Abdullah bin Abbas, atau lebih dikenal dengan Ibnu Abbas.
Ibnu Abbas dilahirkan tiga tahun sebelum hijrah. Boleh dikata, ia hidup bersama Rasulullah SAW dan belajar langsung dari beliau. Ia adalah sepupu Rasulullah. Rasulullah pernah merengkuhnya ke dada beliau seraya berdoa, "Ya Allah, ajarilah ia al- hikmah." Dalam suatu riwayat disebutkan, "(Ajarilah ia) al-Kitab (Alquran)."
Suatu ketika, Ibnu Abbas ingin mengetahui secara langsung bagaimana cara Rasulullah shalat. Untuk itu, ia sengaja menginap di rumah bibinya, ummahatul mu'minin, Maimunah binti al-Harist.
Tengah malam, ia melihat Rasulullah bangun dan pergi berwudhu. Dengan sigap Ibnu Abbas membawakan air untuk berwudhu, sambil diam-diam mengamati cara Rasulullah bersuci. Rasul SAW melihatnya, sambil mengusap kepalanya dan berdoa, ''Ya Allah, anugerahilah pemahaman agama kepadanya.''
Kemudian Rasulullah berdiri untuk sholat lail yang dimakmumi oleh isteri beliau, Maimunah. Ibnu Abbas tak tinggal diam, dia segera berdiri di belakang Rasulullah SAW; tetapi RasuluLlah kemudian menariknya agar ia berdiri sedikit berjajar dengannya.
Ibnu Abbas berdiri sejajar dengan Rasulullah, tetapi kemudian ia mundur lagi ke shaf belakang. Seusai sholat, Rasulullah mempertanyakan sikap Ibnu Abbas ini, dan dijawab oleh Ibnu Abbas bahwa rasanya tak pantas dirinya berdiri sejajar dengan seorang utusan Allah SWT. Rasulullah ternyata tidak memarahinya, bahkan beliau mengulangi doanya ketika berwudhu.
Ketika Ibnu Abbas berusia 13 tahun, Rasulullah wafat. Ia sangat merasa kehilangan. Tapi hal ini tidak menjadikan kesedihannya berlarut-larut. Ia memantapkan hati untuk nyantri para para sahabat Rasul SAW.
Dengan sabar, ia menunggu para sahabat pulang dari kerja keseharian atau dakwahnya. Bahkan kalau sahabat tadi kebetulan sedang berisitirahat, Ibnu Abbas dengan sabar menanti di depan pintu rumahnya, bahkan hingga tertidur.
Dan, sesuai doa Rasulullah, Ibnu Abbas mendapatkan banyak ilmu. Ketekunannya belajar membuatnya menjadi seorang ulama yang mumpuni. Ia dijuluki sebagai 'tinta'-nya umat, dalam menyebarkan tafsir dan fikih.
Ibn Umar pernah berkata kepada salah seorang yang bertanya mengenai suatu ayat kepadanya, "Berangkatlah menuju Ibnu Abbas lalu tanyakanlah kepadanya sebab ia adalah sisa sahabat yang masih hidup yang paling mengetahui wahyu yang diturunkan kepada Nabi SAW."
Umar bin Khattab selalu mengundang Ibnu Abbas dalam majelis syura-nya dengan beberapa sahabat senior. Ia selalu berkata kepada Ibnu Abbas agar ia tidak perlu sungkan menyampaikan pendapat.
Beberapa sahabat Umar mempertanyakan kenapa mengajak "anak muda" dalam diskusi mereka. Umar menjawabnya dengan mengundang para sahabat, termasuk Ibnu Abbas. Umar berkata, "Apa pendapat kalian mengenai firman Allah, 'Bila telah datang pertolongan Allah dan Penaklukan.' (surat An-Nahsr hingga selesai). Maka, sebagian mereka berkata, "Kita diperintahkan agar memuji Allah dan meminta ampun kepada-Nya bila kita menang (dapat menaklukkan Mekkah)." Sebagian lagi hanya terdiam saja. Lalu, Umar pun berkata kepada Ibnu Abbas, "Apakah kamu juga mengatakan demikian?" Ia menjawab, "Tidak."
Lalu Umar bertanya, "Kalau begitu, apa yang akan kamu katakan?" Ia menjawab, "Itu berkenaan dengan ajal Rasulullah SAW di mana Allah memberitahukan kepadanya bila telah datang pertolongan-Nya dan penaklukan kota Mekkah, maka itulah tanda ajalmu (Rasulullah-red), karena itu sucikanlah Dia dengan memuji Rabbmu dan minta ampunlah kepada-Nya karena Dia Maha Menerima Tobat." Umar pun berkata, "Yang aku ketahui memang seperti yang engkau ketahui itu." Secara tidak langsung Umar hendak menjawab, kendati muda, keilmuan Ibnu Abbas sangat mumpuni.
Dalam masa kekhalifahan Utsman bin Affan RA, ia bergabung dengan pasukan Muslimin yang berekspedisi ke Afrika Utara, di bawah pimpinan Abdullah bin Abi-Sarh. Ia terlibat dalam pertempuran dan dalam dakwah Islam di sana. Ia juga menjadi amirul hajj pada tahun 35 Hijrah.
Di masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib RA, Ibnu Abbas mengajukan permohonan untuk berdakwah kepada kaum Khawarij. Melalui dialog dan diskusinya yang intens, sekitar 12 ribu dari 16 ribu Khawarij bertobat dan kembali kepada ajaran Islam yang benar.
Ia sempat diangkat menjadi penguasa di Bashrah oleh khalifah Ali. Namun tatkala Ali meninggal karena terbunuh, ia pulang ke Hijaz, bermukim di Mekkah, sebelum akhirnya menuju Tha`if dan wafat di sana.
Ibnu Abbas meninggal pada tahun 68 H dalam usia 71 tahun. Di hari pemakamannya, sahabat Abu Hurairah RA, berkata, "Hari ini telah wafat ulama umat. Semoga Allah SWT berkenan memberikan pengganti Abdullah bin Abbas."

Bila Aku Jatuh Cinta

Allahu Rabbi aku minta izin
Bila suatu saat aku jatuh cinta
Jangan biarkan cinta untuk-Mu berkurang
Hingga membuat lalai akan adanya Engkau
Allahu Rabbi
Aku punya pinta
Bila suatu saat aku jatuh cinta
Penuhilah hatiku dengan bilangan cinta-Mu yang tak terbatas
Biar rasaku pada-Mu tetap utuh
Allahu Rabbi
Izinkanlah bila suatu saat aku jatuh cinta
Pilihkan untukku seseorang yang hatinya penuh dengan kasih-Mu
dan membuatku semakin mengagumi-Mu
Allahu Rabbi
Bila suatu saat aku jatuh hati
Pertemukanlah kami
Berilah kami kesempatan untuk lebih mendekati cinta-Mu
Allahu Rabbi
Pintaku terakhir adalah seandainya kujatuh hati
Jangan pernah Kau palingkan wajah-Mu dariku
Anugerahkanlah aku cinta-Mu...
Cinta yang tak pernah pupus oleh waktu. Amin....!

PUISI ISLAMY

Munajat Cinta
Ya Allah....
Seandainya telah Engkau catatkan...
Dia milikku tercipta buatku...
Satukanlah hatinya dengan hatiku...
Titipkanlah kebahagian antara kami....
Agar kemesraan itu abadi...
Dan Ya ALLAH...
Ya Tuhanku Yang Maha Mengasihi...
Seiringkanlah kami melayari hidup ini...
Ketepian yang sejahtera dan abadi...
Tetapi Ya ALLAH...
Seandainya telah Engkau takdirkan....
Dia bukan miliku...
Bawalah ia jauh dari pandanganku....
Luputkanlah ia dari ingatanku...
Dan peliharalah aku dari kekecewaan....
Serta Ya ALLAH Ya Tuhanku Yang Maha Mengerti....
Berikanlah aku kekuatan...
Melontar bayangannya jauh ke dada langit...
Hilang bersama senja nan merah..
Agarku bisa bahagia...
Walaupun tanpa bersama dengannya...
Dan Ya ALLAH yang tercinta...
Gantilah yang telah hilang....
Tumbuhkanlah kembali yang telah patah...
Walaupun tidak sama dengan dirinya...
Ya ALLAH Ya Tuhanku...
Pasrahkanlah aku dengan takdirmu...
Sesungguhnya apa yang telah Engkau takdirkan...
Adalah yang terbaik buat ku....
Karena Engkau Maha Mengetahui...
Segala yang terbaik buat hamba-Mu ini...
Ya ALLAH...
Cukuplah Engkau saja yang menjadi pemeliharaku...
Di dunia dan di akhirat...
Dengarlah rintihan dari hamba-Mu yang dhoif ini...
Jangan Engkau biarkan aku sendirian...
Di dunia ini maupun di akhirat...
Menjuruskan aku ke arah kemaksiatan dan kemungkaran...
Maka karuniakanlah aku seorang pasangan yang beriman...
Supaya aku dan dia sama-sama dapat membina kesejahteraan hidup...
Ke jalan yang Engkau ridhoi...
Dan karuniakanlah padaku keturunan yang soleh....
Amiiinn Ya Rabbal 'Alamiinn...
Kiriman Seri Utami

Selasa, 09 Maret 2010


Ini adalah gambar tentang syi'ah yang aqidahnya sudah sangat rusak karena kemusyrikan. KATAKAN TIDAK PADA SYI'AH.

Tawassul Dengan Nabi Menurut Syaikh Ibnu Taymiyyah

Syaikh Ibnu Taymiyyah dalam menetapkan bolehnya tawassul dengan Nabi SAW tidak membedakan dan memilah antara waktu hidup dan wafatnya dan antara hadir dan tidaknya. Dia mengambil pendapat (menukil) dari Imam Ahmad bin Hanbal dan Al-Izz bin Abdus salam akan kebolehan tawassul tersebut dalam kitab Al-Fatawa al-Kubra.

Syaikh berkata, “Demikian pula termasuk hal yang dianjurkan tawassul dengan Nabi SAW dalam doa, sebagaimana terdapat dalam hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dan menshahihkannya, bahwa Nabi SAW mengajar seseorang agar berdoa, ‘Ya Allah, sesungguhnya aku kepada-Mu dan bertawassul kepada-Mu dengan (perantara) Nabi-Mu Muhammad SAW. Wahai Muhammad, sesunggunya aku bertawajjuh (menghadap) denganmu kepada Tuhanmu sehingga Tuhanmu menjelaskan kebutuhanku, supaya Dia memenuhinya, maka berilah syafa’at kepada Muhammad untukku.’” (Al-Fatawa Juz III, hal: 276)

Syaikh Ibnu Taymiyyah juga berkata, “Tawassul kepada Allah dengan selain Nabi kita SAW, baik disebut istighatsah atau tidak, kami tidak mengetahui seorang pun dari ulama salaf yang melakukan tidak ada atsar yang diriwayatkan dalam masalah itu, dan kami tidak mengetahui dalam masalah itu kecuali larangan yang difatwakan Syaikh (mungkin maksudnya Imam Ahmad). Adapun tawassul dengan Nabi SAW, maka terdapat hadits dalam kitab-kitab Sunan yang diriwayatkan oleh An-Nasa`i, At-Tarmidzi, dan yang lain, bahwasanya seorang Arab Badui mendatangi Nabi SAW, lalu berkata, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku menderita penyakit pada penglihatanku, maka berdo’alah kepada Allah untukku.’ Kemudian nabi SAW bersabda, ‘Berwudhu’lah dan shalatlah dua rakaat, lalu berdo’alah: Ya Allah, aku memohonkepada-Mu dan memohon kepada-Mu engan Nabi-Mu Muhammad. wahai Muhammad, sesungguhnya aku memohon pertolongan denganmu untuk mengembalikan penglihatanku, Ya Allah, berilah pertolongan kepada Nabi-Mu untukku.’ dan Nabi bersabda, ‘Jika engkau mempunyai kebutuhan, maka berbuatlah seperti itu juga.’ Kemudian Allah mengembalikan penglihatannya.” (Al-Fatawa, Juz I, hal:105)

Maka jelaslah bahwa Imam Ahmad bin Hanbal dan juga Syaikh Ibnu Taymiyyah telah memboleh tawassul dengan Nabi atas dasar hadits tersebut. WLLAHU A'LAM

Ijtihad Menurut Syaikh Utsaimin

Para salafiyyun dan juga ikhwaniyyun mengatakan bahwa kita tidak perlu bermadzhab dan kita semua boleh berijtihad, tidak perlu taqlid. Namun, bagaimana pendapat Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin mengenai hal ini ketika ditanya mengenai hukum ijtihad dalam Islam?

Setiap salafiyyun, saya rasa, mengenal Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin. Ketika ditanya tentang ijtihad dan syarat-syaratnya, Syaikh al-Utsaimin menjawab:

Ijtihad dalam Islam adalah mengerahkan kemampuan untuk mengetahui hukum syar’i dari dalil-dalil syari’atnya. Hukumnya wajib atas setiap orang yang mampu melakukannya karena Allah telah berfirman,

“Artinya : Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.” [An-Nahl : 43, Al-Anbiya' : 7]

Orang yang mampu berijtihad memungkinkannya untuk mengetahui yang haq dengan sendirinya, namun demikian ia harus memiliki ilmu yang luas dan mengkaji nash-nash syari’at, dasar-dasar syari’at dan pendapat-pendapat para ahlul ilmi agar tidak menyelisihi itu semua. Di antara manusia, ada golongan para penuntut ilmu (thalib ‘ilm) yang hanya mengetahui sedikit ilmu tapi telah menganggap dirinya mujtahid (mampu berijtihad), akibatnya ia menggunakan hadits-hadits umum yang sebenarnya ada hadits-hadits lain yang mengkhususkannya, atau menggunakan hadits-hadits yang mansukh (dihapus) karena tidak mengetahui hadits-hadits nasikhnya (yang menghapusnya), atau menggunakan hadits-hadits yang telah disepakati ulama bahwa hadits-hadits tersebut bertolak belakang dengan zhahirnya, atau tidak mengetahui kesepakatan para ulama. Fenomena semacam ini tentu sangat berbahaya, maka seorang mujtahid harus memiliki pengetahuan tentang dalil-dalil syari’at dan dasar-dasarnya. Jika ia mengetahuinya, tentu bisa menyimpulkan hukum-hukum dari dalil-dalilnya. Di samping itu, ia pun harus mengetahui ijma’ para ulama sehingga tidak menyelelisihi ijma’ tanpa disadarinya. Jika syarat-syarat ini telah terpatri dalam dirinya, maka ia bisa berijtihad. Ijtihad bisa juga dilakukan seseorang dalam suatu masalah saja, yang mana ia mengkaji dan menganalisa sehingga menjadi seorang mujtahid dalam masalah tersebut, atau dalam suatu bab ilmu, misalnya bab thaharah saja, ia mengkaji dan menganalisanya sehingga menjadi seorang mujtahid dalam masalah tersebut.

Ternyata, menjadi mujtahid itu bukan kewajiban bagi setiap Muslimin. Ia hanya wajib bagi yang mampu saja, yaitu yang telah memenuhi syarat-syaratnya. Syaikh juga mengatakan bahwa ada sebagian manusia yang baru sedikit ilmunya, namun sudah merasa boleh untuk berijtihad. Fenomena seperti itu, menurut Syaikh, sangatlah berbahaya.

Untuk dapat berijtihad, tetapi bukan sebagai mujtahid muthlaq tentunya, setidaknya harus memenuhi syarat-syarat berikut:

1. Memiliki ilmu pengetahuan yang luas tentang ayat-ayat al-Qur’an yang berhubungan dengan masalah hukum, dengan pengertian ia mampu membahas ayat-ayat tersebut untuk menggali hukum. Tentunya harus punya ilmu alat untuk hal ini.

2. Berilmu pengetahuan yang luas tentang hadits-hadits Rasul yang berhubungan dengan masalah hukum, dengan arti ia sanggup untuk membahas hadits-hadits tersebut untuk menggali hukum. Tentunya harus punya ilmu alat juga untuk hal ini.

3. Menguasai seluruh masalah yang hukumnya telah ditunjukkan oleh ijma’ agar ia tidak berijtihad yang hasilnya bertentangan dengan ijma’.

4. Mengetahui secara mendalam tentang masalah qiyas dan dapat mempergunakannya untuk menggali hukum.

5. Menguasai bahasa Arab secara mendalam. Sebab al-Qur’an dan Sunnah sebagai sumber asasi hukum Islam tersusun dalam bahasa Arab yang sangat tinggi gaya bahasanya dan cukup unik dan ini merupakan kemu’jizatan al-Qur’an. Sehingga ilmu nahwu sharaf, balaghah dan sebagainya haruslah dikuaasi dengan benar.

6. Mengetahui secara mendalam tentang nasikh-mansukh dalam al-Qur’an dan Hadits. Hal itu agar ia tidak mempergunakan ayat al-Qur’an atau Hadits Nabi yang telah dinasakh (mansukh) untuk menggali hukum.

7. Mengetahui latar belakang turunnya ayat (asbabun nuzul) dan latar belakang suatu Hadits (asbabul wurud), agar ia mampu melakukan istinbath hukum secara tepat.

8. Mengetahui sejarah para periwayat hadits, supaya ia dapat menilai sesuatu Hadist, apakah Hadits itu dapat diterima ataukah tidak. Sebab untuk menentukan derajad/nilai suatu Hadits sangat tergantung dengan ihwal perawi yang lazim disebut dengan istilah sanad Hadits. Tanpa mengetahui sejarah perawi Hadits, tidak mungkin kita akan melakukan ta’dil tajrih (screening).

9. Mengetahui ilmu logika/mantiq agar ia dapat menghasilkan deduksi yang benar dalam menyatakan suatu pertimbangan hukum dan sanggup mempertahankannya.

10. Menguasai kaidah-kaidah istinbath hukum/ushul fiqh, agar dengan kaidah-kaidah ini ia mampu mengolah dan menganalisa dalil-dalil hukum untuk menghasilkan hukum suatu permasalahan yang akan diketahuinya.

Jika untuk mentarjih saja harus memenuhi syarat seperti itu, lalu bagaimana lagi untuk menjadi mujtahid muthlaq? Maka dari itu, janganlah kita ini merasa sudah layak untuk berijtihad, walau pun hanya mentarjih. Bahasa Arab saja belum becus, nahwu sharaf tidak mengerti, asbabun nuzul dan asbabul wurud tidak tahu, ijma’ ‘ulama tidak tahu, tetapi sudah merasa layak untuk berijtihad, sudah merasa layak untuk menafsirkan al-Qur`an? Sungguh berbahaya…. Jika mereka masih melakukannya, maka jelaslah akan siapa sesungguhnya yang mengikuti hawa nafsunya.

Sabtu, 06 Maret 2010

Kehalusan, Kelemah lembutan dan Kesabaran Rasulullah

Merampas dan mengambil hak orang lain dengan paksa merupakan ciri orang-orang zhalim dan jahat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah memancangkan pondasi-pondasi keadilan dan pembelaan bagi hak setiap orang agar mendapatkan dan mengambil haknya yang dirampas. Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah menjalankan kaidah tersebut demi kebaikan dan semata-mata untuk jalan kebaikan dengan bimbingan karunia yang telah Allah curahkan berupa perintah dan larangan. Kita tidak perlu takut adanya kezhaliman, perampasan, pengambilan dan pelanggaran hak di rumah beliau.

‘Aisyah radhiyallahu ‘anha menuturkan:
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah sama sekali memukul seorang pun dengan tangannya kecuali dalam rangka berjihad di jalan Allah. Beliau tidak pernah memukul pelayan dan kaum wanita. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah membalas suatu aniaya yang ditimpakan orang atas dirinya. Selama orang itu tidak melanggar kehormatan Allah Namun, bila sedikit saja kehormatan Allah dilanggar orang, maka beliau akan membalasnya semata-mata karena Allah.” (HR. Ahmad)

‘Aisyah radhiyallahu ‘anha mengisahkan: “Suatu kali aku berjalan bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau mengenakan kain najran yang tebal pinggirannya. Kebetulan beliau berpapasan dengan seorang Arab badui, tiba-tiba si Arab badui tadi menarik dengan keras kain beliau itu, sehingga aku dapat melihat bekas tarikan itu pada leher beliau. ternyata tarikan tadi begitu keras sehingga ujung kain yang tebal itu membekas di leher beliau. Si Arab badui itu berkata: “Wahai Muhammad, berikanlah kepadaku sebagian yang kamu miliki dari harta Allah!” Beliau lantas menoleh kepadanya sambil tersenyum lalu mengabulkan permintaannya.” (Muttafaq